Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Refleksi Dwimingguan Calon Guru Penggerak

    Refleksi Dwimingguan Calon Guru Penggerak

    Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

    Dalam pendidikan guru, jurnal refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis (Bain dkk, 1999). Menuliskan jurnal refleksi secara rutin akan memberikan ruang bagi seorang praktisi untuk mengambil jeda dan merenungi apakah praktik yang dijalankannya sudah sesuai, sehingga ia dapat memikirkan langkah berikutnya untuk meningkatkan praktik yang sudah berlangsung (Driscoll & Teh, 2001). Jurnal ini juga dapat menjadi sarana untuk menyadari emosi dan reaksi diri yang terjadi sepanjang pembelajaran (Denton, 2018), sehingga Anda dapat semakin mengenali diri sendiri.

    Seperti apakah refleksi yang bermakna itu?

    ● Kegiatan berefleksi dapat diibaratkan seperti bercermin di air. Pantulan baru dapat terlihat jelas jika permukaan air tenang dan jernih. Ketika kondisi hati masih berkecamuk, sebaiknya kita menunggu dan mengendapkan pengalaman agar dapat berefleksi dengan mendalam.

    Refleksi perlu beranjak dari sekadar menuliskan kembali materi/pengetahuan yang sudah didapat. Lebih dari itu, materi tersebut perlu dikaitkan dengan proses yang terjadi dalam diri. Misalnya, apa yang membuat materi tersebut membekas di pikiran saya? Apa peristiwa dalam hidup saya yang berhubungan dengannya? Apa kaitan materi ini dengan diri saya sebagai seorang penggerak? Bagaimana saya akan menggunakan materi ini untuk murid saya?

    Refleksi adalah momen untuk berdialog dengan diri sendiri dalam memaknai peristiwa. Karena itu, ceritakanlah pengalaman dan pemikiran yang ANDA sendiri alami. Bukan apa yang dialami, dipikirkan, atau dikatakan oleh orang lain.

    Refleksi bermakna adalah refleksi yang jujur dan mendalam. Tidak hanya pengalaman dan pemikiran positif yang bisa ditulis. Kuncinya, sertakan emosi dalam menuliskan refleksi. Roda emosi Plutchik di bawah ini memberikan gambaran betapa kayanya perasaan yang manusia rasakan. 

    Sama halnya dengan keterampilan lainnya, menulis jurnal refleksi pun perlu latihan dan pembiasaan agar dapat dirasakan manfaatnya. Selama program, Anda akan mendapat kesempatan untuk menuliskan refleksi setiap dua minggu sekali. Pada awalnya, mungkin tidak mudah untuk menuangkan gagasan reflektif ke dalam tulisan. Karena itu, untuk membantu Anda, kami menyajikan beberapa model refleksi yang dapat Anda gunakan. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di setiap model tersebut berfungsi untuk memandu Anda dalam mencurahkan isi pikiran dan perasaan Anda. Tuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut dalam bentuk paragraf (tidak dalam poin-poin bernomor). Cobalah untuk memvariasikan model yang berbeda di setiap tulisan. Selamat berefleksi!

    Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future)

    4F merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P, dengan pertanyaan sebagai berikut (disesuaikan dengan yang sedang terjadi pada saat penulisan jurnal):

    1. Facts (Peristiwa): Ceritakan pengalaman Anda mengikuti pembelajaran pada minggu ini atau pada saat menerapkan aksi nyata ke dalam kelas? Apa hal baik yang saya alami dalam proses tersebut? Ceritakan juga hambatan atau kesulitan Anda selama proses pembelajaran pada minggu ini? Apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut?

    2. Feelings (Perasaan): Bagaimana perasaan Anda selama pembelajaran berlangsung? Apa yang saya rasakan ketika menerapkan aksi nyata ke dalam kelas? Ceritakan hal yang membuat Anda memiliki perasaan tersebut.

    3. Findings (Pembelajaran): Pelajaran apa yang saya dapatkan dari proses ini? Apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini?

    4. Future (Penerapan): Apa yang bisa saya lakukan dengan lebih baik jika saya melakukan hal serupa di masa depan? Apa aksi/tindakan yang akan saya lakukan setelah belajar dari peristiwa ini?

    Model 2: Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL)

    Model ini dikembangkan oleh Ash dan Clayton (2009). Untuk membuat refleksi model ini, tulislah penjabaran dari pertanyaan panduan berikut:

    - Description: Deskripsikan pengalaman yang dialami dengan menceritakan unsur 5W1H (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana);

    - Examination: Analisis pengalaman tersebut dengan membandingkannya terhadap tujuan/rencana yang telah dibuat sebelumnya;

    - Articulation of Learning: Jelaskan hal yang dipelajari dan rencana untuk perbaikan di masa mendatang.

    Model 3: Six Thinking Hats (Teknik 6 Topi)

    Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam “topi”, kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam. Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi adalah:
    1) Topi putih: tuliskan informasi sebanyak-banyaknya terkait pengalaman yang terjadi. Informasi ini harus berupa fakta; bukan opini.
    2) Topi merah: gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas, misalnya perasaan saat mempelajari materi baru atau saat menjalankan diskusi kelompok.
    3) Topi kuning: tuliskan hal-hal positif yang terkait dengan topik tersebut.
    4) Topi hitam: tuliskan kendala, hambatan, atau risiko dari tindakan/peristiwa yang sedang dibahas.
    5) Topi hijau: jabarkan ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut.
    6) Topi biru: tarik kesimpulan dari peristiwa yang terjadi, atau ambil keputusan setelah mempertimbangkan kelima sudut pandang lainnya. Bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Model 4: (Papan cerita reflektif - Reflective Storyboard)

    Anda boleh menggambarkannya di sebuah kertas kemudian memfoto dan menguploadnya di LMS.

    Model 5: Connection, challenge, concept, change (4C)

    Model ini dikembangkan oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Model ini cocok untuk digunakan dalam merefleksikan materi pembelajaran. Ada beberapa pertanyaan kunci yang menjadi
    panduan dalam membuat refleksi model ini, yaitu:
    1) Connection: Apa keterkaitan materi yang didapat dengan peran Anda sebagai Calon Guru Penggerak?
    2) Challenge: Adakah ide, materi atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang Anda jalankan selama ini?
    3) Concept: Ceritakan konsep-konsep utama yang Anda pelajari dan menurut Anda penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi Guru Penggerak?
    4) Change: Apa perubahan dalam diri Anda yang ingin Anda lakukan setelah mendapatkan materi pada hari ini?

    Model 6: Reporting, responding, relating, reasoning, reconstructing (5R) 

    Model refleksi 5M diadaptasi dari model 5R (Bain, dkk, 2002, dalam Ryan & Ryan, 2013). 5M terdiri dari langkah-langkah berikut:

    1. Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi

    2. Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.

    3. Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.

    4. Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.

    5. Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang

    Model 7: Segitiga Refleksi

    Silakan identifikasi pada segitiga di bawah ini mengenai apa yang Anda pelajari dari pembelajaran hari ini. Anda boleh membuatnya dalam bentuk Ms. Word, Ms. PowerPoint, atau menggambarkannyakemudian memfoto dan menguploadnya di LMS.

    Model 8: Model Driscoll

    Model ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Model yang dikenal dengan Model “What?” ini pada dasarnya terdiri dari 3 bagian, namun dapat dikembangkan dengan berbagai variasi bergantung pada pertanyaan detail yang dipilih.
    1) WHAT? (Deskripsi dari peristiwa yang terjadi)
    - Apa yang terjadi?
    - Apa yang saya lihat/dengar/alami?
    - Apa reaksi saya pada saat itu?
    - Apa yang orang lain lakukan pada saat peristiwa itu terjadi?
    2) SO WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi)
    - Bagaimana perasaan saya pada saat peristiwa itu terjadi?
    - Apakah yang saya rasakan sama/berbeda dengan orang yang mengalami kejadian yang sama?
    - Apakah saya masih merasakan perasaan/dampak yang sama jika dibandingkan dengan perasaan/dampak langsung setelah peristiwa?
    - Kecenderungan apa yang saya amati dari diri saya ketika menghadapi peristiwa serupa?
    - Mengapa saya bisa memiliki kecenderungan tersebut?
    - Setelah mengalami peristiwa tersebut, apa hal yang berubah dari pendapat, pemikiran, atau apapun yang Anda yakini sebelumnya?
    3) NOW WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)
    - Apakah kejadiannya akan berbeda jika pada saat itu saya mengambil langkah yang berbeda?
    - Di mana saya bisa mendapatkan informasi tambahan agar bisa siap ketika menghadapi peristiwa serupa di masa depan?
    - Dukungan apa yang saya butuhkan agar bisa menindaklanjuti refleksi saya?
    - Bagian mana yang sebaiknya saya kerjakan lebih dulu?
    - Setelah Anda melakukan pembelajaran ini, apa hal baru yang ingin Anda bagikan kepada rekan atau lingkungan Anda?

    Model 9: Gaya Round Robin

    Berikut panduan pertanyaan untuk membuat refleksi model ini:
    1) Apa hal yang paling Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Mengapa Anda merasa hal tersebut bisa membuat Anda sangat menguasainya?
    2) Apa hal yang belum Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi hal tersebut?
    3) Apa hal yang masih membingungkan Anda dari pembelajaran hari ini? Ceritakan hal-hal apa saja yang membuat hal tersebut membingungkan.

    Contoh refleksi dengan model 4F

    12 Maret 2021

    Minggu ini adalah jadwal penilaian tengah semester di sekolah saya. Sebagai penilaian mata pelajaran Bahasa Indonesia, saya meminta murid saya untuk membacakan naskah pidato yang telah mereka buat.Selama ini, sekolah saya memang menerapkan kebijakan konferensi video (dengan Zoom) seminggu 3kali saja. Karena jadwalnya seperti itu, saya tidak dapat melakukan penilaian secara live mengingat saya mengajar di 4 kelas parallel. Saya pun menyuruh murid saya untuk merekam video mereka ketika membacakan naskahnya lalu mengirimkan videonya ke saya. Pada saat deadline kelas 8C, saya mengecek hanya ada 5 murid yang mengumpulkan. Bayangkan, cuma 5 dari 25 murid! Saya marah sekali, saat jadwal untuk Zoom dengan kelas 8C, saya pun meluapkan semua amarah saya. Saya bentak-bentak mereka selama hampir 15 menit. Saya juga mengancam tidak akan memberi mereka nilai untuk semua murid, termasuk 5 orang yang sudah mengumpulkan. Alasan saya waktu itu, 5 orang itu hanya mementingkan dirinya sendiri.

    Jujur, saya kaget dengan diri saya sendiri. Selama ini, murid-murid dan guru lain mengenal saya sebagai pribadi yang ramah dan guru tersabar di sekolah. Saya jarang sekali marah, terlebih membentak anak didik saya. Ini adalah pertama kalinya saya kebakaran jenggot selama 6 tahun saya berkarir sebagai guru. Tidak hanya kaget, saya juga malu. Malu kepada diri sendiri, terutama, karena setelah Zoom berakhir, 2 murid yang belum mengumpulkan tugas mengirim pesan kepada saya. Kata mereka, mereka minta maaf karena membuat saya jadi meluap-luap. Mereka juga minta maaf karena belum bisa mengumpulkan tugas tepat waktu. Mereka sedang menyelesaikan tugas untuk penilaian Seni Musik karena mereka merasa guru Musik lebih galak; sementara saya lebih sabar sehingga tidak terlalu masalah jika tugasnya terlambat.

    Saya tersadar, beban belajar murid-murid saat pandemi seperti ini lebih berat daripada biasanya. Belajar dengan moda daring sudah merupakan perjuangan tersendiri, terlebih jika tugas dari guru-guru juga tetap banyak. Sementara itu, beban guru juga sama banyaknya. Saya mulai kehabisan ide untuk mengajar dengan kreatif tapi tanpa menambah berat mereka. Fyuh, saya pun beristigfar berkali-kali setelah itu. Barulah saya menyadari, kemarahan saya merupakan akumulasi dari semua kejadian selama pandemi ini. Sudah di pucuk ubun-ubun, istilahnya. Selama ini saya tidak pernah membentak murid bukan berarti saya tidak pernah merasakan marah. Justru saya sering kesal dengan murid-murid yang jarang ikut Zoom, apalagi terlambat terus dalam mengumpulkan tugas. Tapi semua selalu saya simpan. Mungkin kemarin adalah puncaknya, ditambah dengan permasalahan dalam rumah tangga yang sedang saya alami. Kesalahan saya, saya mencampuradukkan isu domestik dengan pekerjaan. Seharusnya saya tidak melakukannya, kasihan murid-murid saya yang menjadi korban. 

    Saya lihat, jadwal modul minggu depan adalah modul tentang pembelajaran sosial dan emosional. Saya menaruh harapan besar pada modul tersebut. Saya harap saya bisa belajar banyak dari modul tersebut  agar bisa mengatur emosi saya dengan lebih baik. Saya juga akan mencari tahu bagaimana saya bisa menjaga semangat/motivasi murid saya selama pembelajaran jarak jauh ini. Saya yakin, mereka pun perlu penguatan dari segi batinnya.


    Daftar Pustaka:

    Ash, S.L. & Clayton, P.H. (2009) Generating, deepening, and documenting learning: the power of critical reflection in applied learning. Journal of Applied Learning in Higher Education, I, 25-48

    Bain, J., Ballantyne, R., Packer, J. Mills, C. (1999). Using Journal Writing to Enhance Student Teachers’ Reflectivity During Field Experience Placements. Teachers and Teaching 5(1): 51- 73. DOI: 10.1080/1354060990050104

    Driscoll, J., Teh, B. (2001). The potential of reflective practice to develop individual orthopaedic nurse practitioners and their practice. Journal of Orthopaedic Nursing 5, 95–103

    Ritchhart, R., Church, M., Morrison, K. (2011). Making Thinking Visible: How to Promote Engagement, Understanding, and Independence for All Learners. California: Jossey-Bass.

    Ryan, M., & Ryan, M. (2013). Theorising a model for teaching and assessing reflective learning in higher education. Higher Education Research and Development, 32(2), pp. 244-257.

    The four F's of active reviewing. (2018, November 5). The University of Edinburgh. Diakses pada 12 Maret 2021 dari https://www.ed.ac.uk/reflection/reflectors-toolkit/reflecting-onexperience/four-

    Sumber utama : LMS PGP

    Related Posts

    Post a Comment for "Refleksi Dwimingguan Calon Guru Penggerak"